Oleh KRIS MADA, 1 November 2019
KTT Asia Timur dimanfaatkan para mitra ASEAN untuk menunjukkan komitmen pada kawasan. AS melepaskan kesempatan itu setelah Donald Trump memilih tidak hadir di KTT.
JAKARTA, KOMPAS – Posisi Amerika Serikat di Indo-Pasifik bisa dilemahkan oleh ketidakhadiran Presiden Donald Trump di Konferensi Tingkat Tinggi Asia Timur di Bangkok, Thailand, pada akhir pekan ini. Washington akan dianggap sebagai mitra yang tidak dapat diandalkan bagi Asia Tenggara.
Ketua Kajian ASEAN pada The Habibie Center Ahmad Ibrahim Almuttaqi mengatakan bahwa ketidakhadiran Trump sangat dipertanyakan. ”Akan melemahkan pernyataan AS bahwa mereka berkomitmen pada Indo-Pasifik,” ujarnya di Jakarta, Kamis (31/10/2019).
Trump hanya mengutus Menteri Perdagangan AS Wilbur Ross dan Penasihat Keamanan Nasional Robert O’Brien ke Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asia Timur, 2-4 November 2019. KTT yang diselenggarakan bersamaan dengan KTT ASEAN itu akan dihadiri kepala negara atau kepala pemerintahan 10 negara anggota ASEAN dan mitra ASEAN. Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe dan PM China Li Keqiang dijadwalkan hadir di KTT itu.
”Keputusan (AS) itu sangat mengherankan karena AS hanya mengirimkan delegasi rendah yang dipimpin Menteri Perdagangan,” kata Ibrahim.
Kehadiran pejabat tinggi dari Beijing dan Tokyo akan menjadi catatan besar bagi Washington dan perannya di kawasan ini. Fakta itu akan memperkuat anggapan bahwa Washington bukan lagi mitra yang dapat diandalkan di kawasan ini.
Ibrahim mengatakan, situasi dalam negeri AS memang membuat Trump kesulitan. Upaya pemakzulan oleh DPR AS menjadi penyebab utama perhatian Trump teralih dari sejumlah urusan luar negeri, seperti KTT Asia Timur.
”Padahal, KTT Asia Timur diprediksi diwarnai pembahasan soal kerja sama ASEAN dengan negara besar, khususnya (dengan) AS dan China. Juga tentang mengelola persaingan di antara mereka.
Pertanyaan soal sentralitas ASEAN, sengketa Laut China Selatan juga akan dibahas,” kata peneliti Institute of Strategic and International Studies (ISIS) Malaysia, Thomas Daniel.
Kerja sama ekonomi
Ibrahim dan Thomas juga menyebut isu negosiasi Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP) akan menjadi pokok bahasan di KTT Asia Timur dan ASEAN. ”RCEP sudah dibahas selama tujuh tahun, melibatkan ASEAN dan enam mitra dialog,” kata Thomas, merujuk perundingan blok dagang beranggotakan 10 negara ASEAN plus China, Jepang, Korea Selatan, Australia, Selandia Baru, dan India.
Selama ASEAN diketuai Thailand, lanjut Ibrahim, penyelesaian RCEP menjadi prioritas. Sayangnya, permintaan India pada saat-saat terakhir perundingan membuat negosiasi RCEP diragukan bakal rampung akhir tahun ini sesuai target yang telah ditetapkan.
”Di tengah perang dagang AS-China dan sengketa Korea Selatan-Jepang, serta India- Malaysia, penting untuk segera menyepakati RCEP,” kata Ibrahim.
Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN pada Kementerian Luar Negeri RI Jose Tavares mengatakan, kerja sama ekonomi memang menjadi salah satu perhatian di KTT ASEAN. Bahkan, Indonesia menjadikan RCEP sebagai salah satu daftar pembahasan yang akan dibawa ke KTT itu.
Hal lain yang akan dijelaskan Jakarta adalah pandangan Indo-Pasifik. Presiden Joko Widodo akan menjelaskan kepada para mitra ASEAN bahwa ASEAN telah merampungkan pandangan soal itu. ”Presiden akan mengajak kerja sama konkret dari negara mitra ASEAN secara luas,” ujar Jose.
Indonesia menilai peluang kerja sama konkret dan mungkin dilaksanakan dalam kerangka pandangan ASEAN tentang Indo-Pasifik adalah kerja sama ekonomi. Sebab, cara itu yang mungkin diterima para mitra ASEAN. ”Dianggap tidak membahayakan,” kata Siswo Pramono, Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan (BPPK) Kemlu RI.
Jose menyebut, isu lain yang mungkin diangkat Jakarta adalah soal manajemen penanggulangan bencana di Asia Tenggara. Isu Rakhine juga mungkin diangkat.
Thomas mengatakan, negara anggota ASEAN tak bisa benar- benar dicegah membahas masalah yang membuat tidak nyaman. ”Myanmar mungkin tidak mau membahas soal Rakhine. Walakin, mereka tidak bisa mencegah Malaysia menyampaikan keprihatinan soal itu. Negara ASEAN sangat mudah tersinggung tentang hal yang dianggap sebagai masalah dalam negeri. Akan tetapi, apa yang terjadi jika masalahnya dianggap berdampak pada tetangga atau wilayah lebih luas,” katanya.
Ibrahim juga tidak yakin isu hak asasi manusia (HAM) akan menjadi perhatian khusus di KTT ASEAN. Padahal, isu tersebut penting di tengah penurunan perlindungan HAM di kawasan. (RAZ)
This article first appeared in the Harian Kompas on November 1, 2019